Rabu, 01 Januari 2014

KORUPSI

KORUPSI

Pengertian Korupsi.
Korupsi berasal (dari bahasa latin : corupption = penyuapan; corruptore = merusak), korupsi merupakan gejala dimana para pejabat, badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan pemalsuan serta ketidak beresan lainnya. Adapun arti harfiah dari korupsi dapat berupa kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidak jujuran. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan sosok dan sebagainya.
1. Korup (busuk, suka menerima uang suap, uang sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya.
2. Korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.
3. Koruptor (orang yang melakukan korupsi).
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan – kekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.
 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Korupsi
Mengingat ciri khas tindak pidana korupsi  yang multidimensional maka sebab atau kondisi yang bersifat kriminogen untuk timbulnya korupsi juga sangat luas , baik dibidang moral, sosial, ekonomi, politik, budaya, maupun kesenjangan sosial ekonomi dan kelemahan  birokrasi.
secara singkat faktor penyebab korupsi meliputi 5 aspek yaitu:
a.       Aspek individu Pelaku
1)      Sifat tamak dan keserakahan
Dalam hal ini yang menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana korupsi adalah sifat tamak, serakah dan rakus yang ada pada diri manusia tersebut. Berapa pun kekayaan dan penghasilan yang sudah diperoleh seseorang tersebut apabila ada kesempatan untuk melakukan korupsi maka akan tetap dilakukan juga.
2)      Moral yang lemah dan ajaran agama yang kurang diterapkan secara benar
Seseorang yang  moralnya lemah cenderung lebih mudah untuk terdorong melakukan tindak pidana korupsi. Godaan itu baik dari godaan dari dalam diri seseorang maupun godaan dari orang lain yaitu, pimpinan, teman setingkat, dan bawahan. Selain itu pemahaman terhadap ajaran-ajaran agama yang dianutnya tidak sesuai kenyataan hidup yang dihadapi oleh para pelaku korupsi, mereka memahami ajaran Agama yang dianutnya melarang korupsi namun di terapkan hanya sekedar seremonial saja.
3)      Penghasilan yang tidak memadai
Dalam hal ini adalah suatu keterpaksaan untuk mencari tambahan penghasilan. Usaha untuk mencari tambahan penghasilan tersebut sudah merupakan bentuk korupsi misalnya, menggelapkan peralatan kantor, perjalanan dinas fiktif, dan mengadakan kegiatan yang tidak perlu dengan biaya yang tidak wajar. Dan akan lebih parah lagi apabila orang tersebut mendapat kesempatan untuk melakukan korupsi terhadap sumber daya yang lebih besar yang dimiliki instansi atau lembaganya.
4)      Gaya hidup konsumtif
Gaya hidup yang konsumtif terutama di kota-kota besar menjadikan penghasilan yang rendah semakin tidak mencukupi seingga ini akan mendorong seseorang untuk melakukan segala hal termasuk melakukan korupsi agar kebutuhannya dapat terpenuhi.

b.      Aspek Organisasi/Institusi
1)      Kurang adanya keteladanan dari pimpinan
Pimpinan yang baik akan menjadai panutan dari setiap anggotanya, apabila pimpinan mencontohkan gaya hidup kesederhanaan, kedisiplinan, kejujuran, dan berlaku adil terhadap anggotanya , maka para anggotanya pun akan cenderung bergaya hidup yang sama. Namun teladan yang baik dari pimpinan juga tidak menjamin seutuhnya bahwa korupsi tidak akan muncul di dalam suatu institusi karena masih banyak sebab lainnya.
2)      Tidak adanya kultur instistusi/ organisasi yang benar
Kultur organisasi mempunyai pengaruh terhadap anggota institusi tersebut terutama pada kebiasaan, cara pandang dan sikapnya dalam menghadapi suatu keadaan. Misalnya di suatu bagian dari institusi seringkali muncul budaya uang pelican, “amplop” , hadiah, jual beli temuan, dan lain-lain yang mengarah ke akibat yang tidak baik bagi institusi. Oleh nya itu perlu membentuk dan menjaga kultur yang benar dengan membangun kultur institusi/organisasi yang resmi dan kode etik atau aturan perilaku yang secara resmi diberlakukan pada organisasi.
3)      Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai
Akuntabilitas yang kurang memadai akan mengakibatkan kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Bahkan tingkat kehilangan sumber daya yang dimilikinya juga kurang diperhatikan. Akibatnya, tingkat perhatian atau tingkat ketertarikan dari manajemen di jajaran pemerintahan secara perlahan namun pasti memberikan dorongan untuk terjadinya kebocoran sumber daya yang dimiliki instansi pemerintah. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk terjadi korupsi.
4)      Kelemahan sistem pengendalian manajemen
Lemahnya sistem Pengendalian manajemen membuat banyak pegawai yang melakukan korupsi. Dalam lingkungan APBN Sistem pengendalian manajemen ini dikenal Waskat (Pengawasan Melekat). Adanya kolusi antara beberapa orang pejabat yang terkait dalam suatu pelaksanaan kegiatan menyebabkan runtuhnya pengendalian manajemen yang ada. Sehingga pegawai yang mengetahui sistem pengendalian menejmennya lemah akan memberi peluang dan kesempatan baginya untuk melakukan korupsi.
5)      Manajemen cenderung menutup korupsi di dalam institusi/organisasinya
Pada umumnya manajemen institusi/orgnisasi dimana terjadi korupsi enggan membantu mengungkap korupsi tersebut walaupun korupsi tersebut tidak melibatkan dirinya. Akibatnya jajaran manajemen cenderung untuk menutupi korupsi yang ada, dan berusaha menyelesaikannya dengan cara-caranya sendiri yang kemudian menimbulkan praktik korupsi yang lain.
c.       Aspek Masyarakat
Nilai-nilai yang berlaku di masyarkat ternyata sangat kondusif untuk terjadinya korupsi. Misalnya banyak anggota masyarakat yang dalam pergaulan sehari-harinya ternyata menghargai seseorang karena didasarkan pada kekayaan yang dimilki orang yang bersangkutan. Sehingga hal inilah yang membuat seseorang begitu berambisi untuk memperkaya diri meskipun dengan jalan korupsi. Selaian itu masyarakat kurang menyadari bahwa yang paling dirugikan dari terjadinya praktik korupsi adalah masyarakat itu sendiri. Karena bila negara mengalami kerugian maka masyarakat juga akan merasakan dampak dari hal tersebut. Oleh karena itu masyarakat juga harusnya berperan aktif mambantu memberantas dan mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.
d.      Aspek Penegak hukum dan Peraturan Perundang-undangan
1)      Lemahnya penegakan hukum
Lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi mencakup beberapa aspek, pertama, tidak adanya tindakan hukum terhadap pelaku dikarenakan pelaku tersebut adalah atasan atau bawahan pelaku, si penegak hukum telah menerima bagian dari hasil korupsi si pelaku, atau pelaku adalah kolega dari pimpinan instansi penegak hukum. Kedua, jika ada tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum maka penanganannya akan di ulur-ulur dan sanksinya diperingan. Ketiga, tidak dilakukan pemidanaan sama sekali, karena sipelaku mendapat beking (dorongan) dari jajaran tertentu atau korupsinya bermotifkan kepentingan tertentu.
2)      Kalitas peraturan perundang-undangan kurang memadai
Untuk dapat melaksanakan suatu peraturan perundang-undangan yang baik, maka di dalam peraturan perundang-undangan perlu dirumusakan dengan jelas latar belakang dan tujuan diberlakukannya peraturan tersebut. Dengan rumusan yang jelas maka penjabaran aturan-aturan di dalam batang tubuh peraturan perundang-undangan akan lebih mudah, disamping itu evaluasi untuk menilai tingkat efektivitasnya jelas lebih mudah.
3)      Penerapan sanksi yang ringan dan tidak konsisten serta pandang bulu
Seseorang akan mudah melakukan tindak pidana korupsi karena  sanksi yang diberikan terlalu ringan, sehingga efek jerah yang ditimbulkan dari sanksi tersebut tidak ada bahkan tidak setimpal dengan dampak yang ditimbulkan dari korupsi tersebut, selain itu penerapan sanksi juga tidak kosisten dan pandang bulu karena adanya pengaruh kedudukan atau pangkat  orang yang melakukan korupsi tersebut, sehingga ini akan mengurangi efektivitas peraturan tersebut.
e.       Aspek politik
Terjadinya korupsi di bangsa ini bisa di sebabkan oleh faktor politk atau yang berkaitan dengan kekuasaan. Rumusan penyelewengan penggunaan uang negara telah di populerkan oleh Lord Acton yang hidup pada tahun 1834-1902 di Inggris. Beliau menyatakan bahwa “ Power tent to corrupt, but absolute power corrupts absolutely”, yang berarti kekeuasaan cenderung korupsi, tetapi kekuasaan yang berlebihan mengakibatkan korupsi berlebihan pula.
Secara umum, penyebab terjadinya korupsi adalah kesempatan dan jabatan/kekuasaan. Selain itu lemahnya integritas moral juga turut menjadi factor penyebab terjadinya korupsi, karena hanya orang yang tak bermorallah yang menginginkan kehancuran suatu bangsa disamping itu aktor korupsi itu umumnya dilakukan oleh sekelompok orang dari kalangan yang berpendidikan tinggi, sehingga pemberantasannya sering mendapat hambatan.

ap� p a PD� ��� 'text-align:justify;text-indent:-18.0pt; line-height:150%;mso-list:l5 level1 lfo6'>·         Perubahan harga akan diikuti perusahaan lainMacam-macam oligopoli
Oligopoli murni yang ditandai beberapa perusahaan yang menjual produk homogen.
Oligopoli dengan perbedaan yang ditandai beberapa perusahaan menjual produk yang dapat dibedakan.Dampak negatif oligopi terhadap perekonomian:


  • Keuntungan yang yang terlalu besar bagi produsen dalam jangka panjang
  • Timbul inifisiensi produksi
  • Eksploitasi terhadap konsumen dan karyawan perusahaan
  • Harga tinggi yang relatif stabil (sulit turun) menunjang inflasi yang kronis
  • Kebijakan pemerintah dalam mengatasi oligopoli
  • Pemerintah mempermudah masuknya perusahaan baru untuk masuk kepasar untuk menciptakan persaingan
  • Diberlakukannya undang-undang anti kerja sama antar produsen.
Praktek oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktek oligopoli menjadi tidak ada. Struktur pasar oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi, seperti, industri semen, industri mobil, dan industri kertas. Asumsi yang mendasari kondisi di pasar oligopoli adalah pertama, penjual sebagai price maker. Penjual bukan hanya sebagai price maker, tetapi setiap perusahaan juga mengakui bahwa aksinya akan mempengaruhi harga dan output perusahaan lain, dan sebaliknya. Kedua, penjual bertindak secara strategik. Asumsi ketiga, kemungkinan masuk pasar bervariasi dari mudah (free entry) sampai tidak mungkin masuk pasar (blockade), dan asumsi keempat pembeli sebagai price taker. Setiap pembeli tidak bisa mempengaruhi harga pasar.

Berikut ini adalah bagian dari isi UU No.5 Tahun 1999 tentang pasar oligopoly








UNDANG – UNDANG ANTI MONOPOLI
Sebelum memasuki pada undang – undang antimonopoli, ada baiknya kita sedikit saja mengetahui definisi dari antimonopoli tersebut.
Masyarakat menyebutnya dengan “dominasi” atau “antitrust” yang sebenarnya sepadan dengan istilah “anti monopoli”. Istilah itu dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar. Dimana pasar tersebut tidak lagi menyediakan produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk dengan lebih tinggi, tanpa harus mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli .
Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
3.1  Sejarah hukum anti monopoli di Indonesia
Dimasa orde baru Soeharto misalnya, di masa itu sangat banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan bersifat curang. Bahkan dapat dikatakan bahwa keberhasilan para petinggi besar di Indonesia juga bermula dari tindakan monopoli yang dibiarkan saja bahkan didorong oleh pemerintah kala itu.
Namun para praktis meupun teoritis hukum dan ekonomi baru bisa membuat sebuah undang – undang anti monopoli disaat lengsernya mantan Presiden Soeharto pada saat reformasi. Maka dibuat lah sebuah undang – undang anti monopoli No 5 Tahun 1999. Ketentuan tentang anti monopoli atau persaingan curang sebelum diatur dalam undang – undang anti monopoli tersebut. Diatur dalam ketentuan – ketentuan sebagai berikut:
a.      Undang – undang No 5 Tahun 1984 tentang perindustrian à diatur dalam Pasal 7 ayat (2) dan (3), pasal 9 ayat (2)
b.      Kitab undang – undang Hukum Pidana à terdapat satu pasal, yaitu pasal 382 bis
c.       Undang – undang Perseroan Terbatas No 1 Tahun 1995 à ketentuan monopoli diatur dalam pasal 104 ayat (1)
Undang – undang anti monopoli No 5 Tahun 1999memberi arti kepada “monopolis” sebagai penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) undang – undang anti monopoli). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam (pasal 1 ayat (2) undang – undang anti monopoli).
Dengan demikian Undang – undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberikan arti kepada posisi dominan atau perbuatan anti persaingan lainnya mencakup baik kompetisi yang“interbrand” (kompetisi diantara produsen produk yang generiknya sama) melarang satu perusahaan menguasai 100 persen pasar. Maupun kompetisi yang “intraband” (kompetisi diantara distributor atas produk dari produsen tertentu).(Munir Fuady 2003: 6)
3.2  Ruang lingkup hukum Anti Monopoli
Undang – undang anti monopoli Indonesia, suatu monopoli dan monopsoni terjadi jika terdapatnya penguasaan pangsa pasar lebih dari 50% ( Pasal 17 ayat (2) juncto pasal 18 ayat (2) ) Undang – undang No 5 Tahun 1999
Dalam pasal 17 ayat (1) undang – undang anti monopoli dikatakan bahwa “pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat”.
Sedangkan dalam pasal 17 ayat (2) dikatakan bahwa“pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a.      Barang atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya
b.      Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha barang atau jasa yang sama
c.       Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.”
Jika kita telusuri ketentuan dalam Undang – undang anti monopoli nomor 5 Tahun 1999 maka tindakan – tindakan yang berhubungan dengan pasar yang perlu diatur oleh hukum anti monopoli yang sekaligus merupakan ruang lingkup dari hukum anti monopoli tersebut adalah sebagai berikut:
a.      Perjanjian yang dilarang
b.      Kegiatan yang dilarang
c.       Penyalahgunaan posisi dominan
d.      Komisi Pengawas Persaingan Usaha
e.      Tata cara penanganan perkara
f.        Sanksi – sanksi
g.      Perkecualian – perkecualian
Sedangkan perjanjian yang dilarang oleh BAB III Undang – undang anti monopoli adalah sebagai berikut:
1.      Perjanjian – perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar yang terdiri dari:
a.      Oligopoli
b.      Penetapan harga
c.       Pembagian wilayah
d.      Pemboikotan
e.      Kartel
f.        Trust
g.      Integrasi vertical
h.      Perjanjian tertutup
i.        Perjanjian dengan pihak luar negeri

2.      Kegiatan – kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan – kegiatan sebagai berikut:
a.      Monopoli
b.      Monopsoni
c.       Penguasaan pasar
d.      Persekongkolan
KASUS PADA BERBAGAI STRUKTUR PASAR

Contoh kasus dari struktur pasar adalah berdirinya pasar modern (super market) disekitas pasar tradisional. Disini termasuk kedalam pasar monopoloistis yang artinya didalam pasar ini terdapat banyak produsen yang menghasilkan barang serupa tapi tetap memiliki perbedaan. Dari kasus ini konsumen lebih memilih untuk berbelanja dipasar modern tersebut, hingga membuat para produsen mengalamai penurunan penghasilan. Kalau dilihat mengapa terjadi seperti itu, bisa dikarenakan konsumen lebih memilih tempat yang lebih nyaman untuk mereka berbelanja walaupun mungkin harga produknya sedikit lebih mahal. Tapi ini semua tergantung dari selera konsumen, tidak semua konsumen nyaman dengan berbelanja dipasar modern, begitu juga sebaliknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar