KORUPSI
Pengertian Korupsi.
Korupsi berasal (dari bahasa latin : corupption =
penyuapan; corruptore = merusak), korupsi merupakan gejala dimana para pejabat,
badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan
pemalsuan serta ketidak beresan lainnya. Adapun arti harfiah dari korupsi dapat
berupa kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan
ketidak jujuran. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan
sosok dan sebagainya.
1. Korup (busuk, suka menerima uang suap, uang sogok,
memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya.
2. Korupsi (perbuatan busuk
seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.
3. Koruptor (orang yang melakukan korupsi).
3. Koruptor (orang yang melakukan korupsi).
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang
jka dilihat dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi
pada hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan
korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna
mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi
korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi
keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan
menggunakan wewenang dan kekuatan – kekuatan formal (misalnya denagan alasan
hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang
dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi
dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim
(dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan
tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan
mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si
pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas
jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas
jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk
diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang orang yang
mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi.
Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam
korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara
kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi
dengan masyarakat.
Faktor-faktor
Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Korupsi
Mengingat
ciri khas tindak pidana korupsi yang multidimensional maka sebab
atau kondisi yang bersifat kriminogen untuk timbulnya korupsi juga sangat luas
, baik dibidang moral, sosial, ekonomi, politik, budaya, maupun kesenjangan
sosial ekonomi dan kelemahan birokrasi.
secara
singkat faktor penyebab korupsi meliputi 5 aspek yaitu:
a. Aspek
individu Pelaku
1) Sifat
tamak dan keserakahan
Dalam
hal ini yang menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana korupsi adalah sifat
tamak, serakah dan rakus yang ada pada diri manusia tersebut. Berapa pun
kekayaan dan penghasilan yang sudah diperoleh seseorang tersebut apabila ada
kesempatan untuk melakukan korupsi maka akan tetap dilakukan juga.
2) Moral
yang lemah dan ajaran agama yang kurang diterapkan secara benar
Seseorang
yang moralnya lemah cenderung lebih mudah untuk terdorong melakukan
tindak pidana korupsi. Godaan itu baik dari godaan dari dalam diri seseorang
maupun godaan dari orang lain yaitu, pimpinan, teman setingkat, dan bawahan.
Selain itu pemahaman terhadap ajaran-ajaran agama yang dianutnya tidak sesuai
kenyataan hidup yang dihadapi oleh para pelaku korupsi, mereka memahami ajaran
Agama yang dianutnya melarang korupsi namun di terapkan hanya sekedar
seremonial saja.
3) Penghasilan
yang tidak memadai
Dalam
hal ini adalah suatu keterpaksaan untuk mencari tambahan penghasilan. Usaha
untuk mencari tambahan penghasilan tersebut sudah merupakan bentuk korupsi
misalnya, menggelapkan peralatan kantor, perjalanan dinas fiktif, dan
mengadakan kegiatan yang tidak perlu dengan biaya yang tidak wajar. Dan akan
lebih parah lagi apabila orang tersebut mendapat kesempatan untuk melakukan
korupsi terhadap sumber daya yang lebih besar yang dimiliki instansi atau
lembaganya.
4) Gaya
hidup konsumtif
Gaya
hidup yang konsumtif terutama di kota-kota besar menjadikan penghasilan yang
rendah semakin tidak mencukupi seingga ini akan mendorong seseorang untuk
melakukan segala hal termasuk melakukan korupsi agar kebutuhannya dapat
terpenuhi.
b. Aspek
Organisasi/Institusi
1) Kurang
adanya keteladanan dari pimpinan
Pimpinan
yang baik akan menjadai panutan dari setiap anggotanya, apabila pimpinan
mencontohkan gaya hidup kesederhanaan, kedisiplinan, kejujuran, dan berlaku
adil terhadap anggotanya , maka para anggotanya pun akan cenderung bergaya
hidup yang sama. Namun teladan yang baik dari pimpinan juga tidak menjamin
seutuhnya bahwa korupsi tidak akan muncul di dalam suatu institusi karena masih
banyak sebab lainnya.
2) Tidak
adanya kultur instistusi/ organisasi yang benar
Kultur
organisasi mempunyai pengaruh terhadap anggota institusi tersebut terutama pada
kebiasaan, cara pandang dan sikapnya dalam menghadapi suatu keadaan. Misalnya
di suatu bagian dari institusi seringkali muncul budaya uang pelican, “amplop”
, hadiah, jual beli temuan, dan lain-lain yang mengarah ke akibat yang tidak
baik bagi institusi. Oleh nya itu perlu membentuk dan menjaga kultur yang benar
dengan membangun kultur institusi/organisasi yang resmi dan kode etik atau
aturan perilaku yang secara resmi diberlakukan pada organisasi.
3) Sistem
akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai
Akuntabilitas
yang kurang memadai akan mengakibatkan kurangnya perhatian pada efisiensi
penggunaan sumber daya yang dimiliki. Bahkan tingkat kehilangan sumber daya
yang dimilikinya juga kurang diperhatikan. Akibatnya, tingkat perhatian atau
tingkat ketertarikan dari manajemen di jajaran pemerintahan secara perlahan
namun pasti memberikan dorongan untuk terjadinya kebocoran sumber daya yang
dimiliki instansi pemerintah. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang
kondusif untuk terjadi korupsi.
4) Kelemahan
sistem pengendalian manajemen
Lemahnya
sistem Pengendalian manajemen membuat banyak pegawai yang melakukan korupsi.
Dalam lingkungan APBN Sistem pengendalian manajemen ini dikenal Waskat
(Pengawasan Melekat). Adanya kolusi antara beberapa orang pejabat yang terkait
dalam suatu pelaksanaan kegiatan menyebabkan runtuhnya pengendalian manajemen
yang ada. Sehingga pegawai yang mengetahui sistem pengendalian menejmennya
lemah akan memberi peluang dan kesempatan baginya untuk melakukan korupsi.
5) Manajemen
cenderung menutup korupsi di dalam institusi/organisasinya
Pada
umumnya manajemen institusi/orgnisasi dimana terjadi korupsi enggan membantu
mengungkap korupsi tersebut walaupun korupsi tersebut tidak melibatkan dirinya.
Akibatnya jajaran manajemen cenderung untuk menutupi korupsi yang ada, dan
berusaha menyelesaikannya dengan cara-caranya sendiri yang kemudian menimbulkan
praktik korupsi yang lain.
c. Aspek
Masyarakat
Nilai-nilai
yang berlaku di masyarkat ternyata sangat kondusif untuk terjadinya korupsi.
Misalnya banyak anggota masyarakat yang dalam pergaulan sehari-harinya ternyata
menghargai seseorang karena didasarkan pada kekayaan yang dimilki orang yang
bersangkutan. Sehingga hal inilah yang membuat seseorang begitu berambisi untuk
memperkaya diri meskipun dengan jalan korupsi. Selaian itu masyarakat kurang
menyadari bahwa yang paling dirugikan dari terjadinya praktik korupsi adalah
masyarakat itu sendiri. Karena bila negara mengalami kerugian maka masyarakat
juga akan merasakan dampak dari hal tersebut. Oleh karena itu masyarakat juga
harusnya berperan aktif mambantu memberantas dan mencegah terjadinya tindak
pidana korupsi.
d. Aspek
Penegak hukum dan Peraturan Perundang-undangan
1) Lemahnya
penegakan hukum
Lemahnya
penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi mencakup beberapa aspek,
pertama, tidak adanya tindakan hukum terhadap pelaku dikarenakan pelaku
tersebut adalah atasan atau bawahan pelaku, si penegak hukum telah menerima
bagian dari hasil korupsi si pelaku, atau pelaku adalah kolega dari pimpinan
instansi penegak hukum. Kedua, jika ada tindakan yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum maka penanganannya akan di ulur-ulur dan sanksinya diperingan.
Ketiga, tidak dilakukan pemidanaan sama sekali, karena sipelaku mendapat beking
(dorongan) dari jajaran tertentu atau korupsinya bermotifkan kepentingan
tertentu.
2) Kalitas
peraturan perundang-undangan kurang memadai
Untuk
dapat melaksanakan suatu peraturan perundang-undangan yang baik, maka di dalam
peraturan perundang-undangan perlu dirumusakan dengan jelas latar belakang dan
tujuan diberlakukannya peraturan tersebut. Dengan rumusan yang jelas maka
penjabaran aturan-aturan di dalam batang tubuh peraturan perundang-undangan
akan lebih mudah, disamping itu evaluasi untuk menilai tingkat efektivitasnya
jelas lebih mudah.
3) Penerapan
sanksi yang ringan dan tidak konsisten serta pandang bulu
Seseorang
akan mudah melakukan tindak pidana korupsi karena sanksi yang
diberikan terlalu ringan, sehingga efek jerah yang ditimbulkan dari sanksi
tersebut tidak ada bahkan tidak setimpal dengan dampak yang ditimbulkan dari
korupsi tersebut, selain itu penerapan sanksi juga tidak kosisten dan pandang
bulu karena adanya pengaruh kedudukan atau pangkat orang yang
melakukan korupsi tersebut, sehingga ini akan mengurangi efektivitas peraturan
tersebut.
e. Aspek
politik
Terjadinya
korupsi di bangsa ini bisa di sebabkan oleh faktor politk atau yang berkaitan
dengan kekuasaan. Rumusan penyelewengan penggunaan uang negara telah di
populerkan oleh Lord Acton yang hidup pada tahun 1834-1902 di Inggris. Beliau
menyatakan bahwa “ Power tent to corrupt, but absolute power corrupts
absolutely”, yang berarti kekeuasaan cenderung korupsi, tetapi kekuasaan yang
berlebihan mengakibatkan korupsi berlebihan pula.
Secara
umum, penyebab terjadinya korupsi adalah kesempatan dan jabatan/kekuasaan.
Selain itu lemahnya integritas moral juga turut menjadi factor penyebab
terjadinya korupsi, karena hanya orang yang tak bermorallah yang menginginkan
kehancuran suatu bangsa disamping itu aktor korupsi itu umumnya dilakukan oleh
sekelompok orang dari kalangan yang berpendidikan tinggi, sehingga
pemberantasannya sering mendapat hambatan.
Oligopoli murni yang ditandai beberapa perusahaan yang menjual produk homogen.
Oligopoli dengan perbedaan yang ditandai beberapa perusahaan menjual produk yang dapat dibedakan.Dampak negatif oligopi terhadap perekonomian:
- Keuntungan yang yang terlalu besar
bagi produsen dalam jangka panjang
- Timbul inifisiensi produksi
- Eksploitasi terhadap konsumen dan
karyawan perusahaan
- Harga tinggi yang relatif stabil
(sulit turun) menunjang inflasi yang kronis
- Kebijakan pemerintah dalam
mengatasi oligopoli
- Pemerintah mempermudah masuknya
perusahaan baru untuk masuk kepasar untuk menciptakan persaingan
- Diberlakukannya undang-undang anti
kerja sama antar produsen.
Praktek
oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan
perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga
perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk
menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual
terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang
melakukan praktek oligopoli menjadi tidak ada. Struktur pasar oligopoli umumnya
terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive yang
tinggi, seperti, industri semen, industri mobil, dan industri kertas. Asumsi
yang mendasari kondisi di pasar oligopoli adalah pertama, penjual sebagai price
maker. Penjual bukan hanya sebagai price maker, tetapi setiap perusahaan juga
mengakui bahwa aksinya akan mempengaruhi harga dan output perusahaan lain, dan
sebaliknya. Kedua, penjual bertindak secara strategik. Asumsi ketiga,
kemungkinan masuk pasar bervariasi dari mudah (free entry) sampai tidak mungkin
masuk pasar (blockade), dan asumsi keempat pembeli sebagai price taker. Setiap
pembeli tidak bisa mempengaruhi harga pasar.
Berikut ini adalah bagian dari isi UU No.5 Tahun 1999 tentang pasar oligopoly
UNDANG
– UNDANG ANTI MONOPOLI
Sebelum
memasuki pada undang – undang antimonopoli, ada baiknya kita sedikit saja
mengetahui definisi dari antimonopoli tersebut.
Masyarakat
menyebutnya dengan “dominasi” atau “antitrust” yang sebenarnya sepadan dengan
istilah “anti monopoli”. Istilah itu dipergunakan untuk menunjukkan suatu
keadaan dimana seseorang menguasai pasar. Dimana pasar tersebut tidak lagi
menyediakan produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku
pasar tersebut untuk menerapkan harga produk dengan lebih tinggi, tanpa harus
mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran
pasar.
Undang-Undang
Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat
(1) Undang-undagn Anti Monopoli .
Sementara
yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi
oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan
atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu
persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum Sesuai
dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
3.1 Sejarah
hukum anti monopoli di Indonesia
Dimasa
orde baru Soeharto misalnya, di masa itu sangat banyak terjadi monopoli,
oligopoli dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan bersifat curang.
Bahkan dapat dikatakan bahwa keberhasilan para petinggi besar di Indonesia juga
bermula dari tindakan monopoli yang dibiarkan saja bahkan didorong oleh
pemerintah kala itu.
Namun
para praktis meupun teoritis hukum dan ekonomi baru bisa membuat sebuah undang
– undang anti monopoli disaat lengsernya mantan Presiden Soeharto pada saat
reformasi. Maka dibuat lah sebuah undang – undang anti monopoli No 5
Tahun 1999. Ketentuan tentang anti monopoli atau persaingan curang
sebelum diatur dalam undang – undang anti monopoli tersebut. Diatur dalam
ketentuan – ketentuan sebagai berikut:
a. Undang
– undang No 5 Tahun 1984 tentang perindustrian à diatur dalam Pasal 7
ayat (2) dan (3), pasal 9 ayat (2)
b. Kitab
undang – undang Hukum Pidana à terdapat satu pasal, yaitu pasal 382
bis
c. Undang
– undang Perseroan Terbatas No 1 Tahun 1995 à ketentuan monopoli
diatur dalam pasal 104 ayat (1)
Undang
– undang anti monopoli No 5 Tahun 1999memberi arti kepada
“monopolis” sebagai penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau
atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal
1 ayat (1) undang – undang anti monopoli). Sementara yang dimaksud
dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan ekonomi oleh salah satu atau
lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha
secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam
(pasal 1 ayat (2) undang – undang anti monopoli).
Dengan
demikian Undang – undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberikan arti kepada
posisi dominan atau perbuatan anti persaingan lainnya mencakup baik kompetisi
yang“interbrand” (kompetisi diantara produsen produk yang generiknya sama)
melarang satu perusahaan menguasai 100 persen pasar. Maupun kompetisi
yang “intraband” (kompetisi diantara distributor atas produk dari
produsen tertentu).(Munir Fuady 2003: 6)
3.2 Ruang
lingkup hukum Anti Monopoli
Undang
– undang anti monopoli Indonesia, suatu monopoli dan monopsoni terjadi jika
terdapatnya penguasaan pangsa pasar lebih dari 50% ( Pasal 17 ayat (2) juncto
pasal 18 ayat (2) ) Undang – undang No 5 Tahun 1999
Dalam
pasal 17 ayat (1) undang – undang anti monopoli dikatakan bahwa “pelaku
usaha dilarang melakukan penguasaan pasar atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan tidak sehat”.
Sedangkan
dalam pasal 17 ayat (2) dikatakan bahwa“pelaku usaha patut diduga atau
dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau
jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. Barang
atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya
b. Mengakibatkan
pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha barang atau jasa
yang sama
c. Satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.”
Jika
kita telusuri ketentuan dalam Undang – undang anti monopoli nomor 5 Tahun 1999
maka tindakan – tindakan yang berhubungan dengan pasar yang perlu diatur oleh
hukum anti monopoli yang sekaligus merupakan ruang lingkup dari hukum anti
monopoli tersebut adalah sebagai berikut:
a. Perjanjian
yang dilarang
b. Kegiatan
yang dilarang
c. Penyalahgunaan
posisi dominan
d. Komisi
Pengawas Persaingan Usaha
e. Tata
cara penanganan perkara
f. Sanksi
– sanksi
g. Perkecualian
– perkecualian
Sedangkan
perjanjian yang dilarang oleh BAB III Undang – undang anti monopoli adalah
sebagai berikut:
1. Perjanjian
– perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar yang terdiri
dari:
a. Oligopoli
b. Penetapan
harga
c. Pembagian
wilayah
d. Pemboikotan
e. Kartel
f. Trust
g. Integrasi
vertical
h. Perjanjian
tertutup
i. Perjanjian
dengan pihak luar negeri
2. Kegiatan
– kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang
meliputi kegiatan – kegiatan sebagai berikut:
a. Monopoli
b. Monopsoni
c. Penguasaan
pasar
d. Persekongkolan
Contoh
kasus dari struktur pasar adalah berdirinya pasar modern (super market)
disekitas pasar tradisional. Disini termasuk kedalam pasar monopoloistis yang
artinya didalam pasar ini terdapat banyak produsen yang menghasilkan barang
serupa tapi tetap memiliki perbedaan. Dari kasus ini konsumen lebih memilih
untuk berbelanja dipasar modern tersebut, hingga membuat para produsen
mengalamai penurunan penghasilan. Kalau dilihat mengapa terjadi seperti itu,
bisa dikarenakan konsumen lebih memilih tempat yang lebih nyaman untuk mereka
berbelanja walaupun mungkin harga produknya sedikit lebih mahal. Tapi ini semua
tergantung dari selera konsumen, tidak semua konsumen nyaman dengan berbelanja
dipasar modern, begitu juga sebaliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar